1.Aspek Sosial Masyarakat
Pinggiran dalam Cerpen PRING RE-KE-TEG GUNUNG GAMPING AMBROL Karya SENO GUMIRA AJIDARMA
Dalam
cerpen ini dapat diidentifikasi latar sosial yang secara nyata menjadi tempat
peristiwa terjadi, yaitu latar latar sosial masyarakat pinggiran yang jauh dari
hiruk-pikuk kota dan terisolasi. Dengan latar sosial ini, dapatlah diteliti
fenomena sosial yang ada.
Pada
fenomena sosial kelas bawah yang biasanya identik dengan masyarakat desa yang
biasanya masih menjunjung tinggi nilai adat-istiadat dan rasa identitas yang sama
yaitu identitas keguyuban, solidaritas, kegotong-royongan dan selalu mengatasi
suatu permasalahan dengan musyawarah dan mufakat. Tetapi hal itu tidaklah
selalu sejalan dengan kondisi dan situasi masyarakat desa, seperti halnya
kesalahpahaman dan kegegabahan dalam mengambil keputusan pun masih sering
terjadi. Dengan memahami latar social ini dapat ditemukan hubungan antartokoh,
yang kemudian memunculkan persoalan yang menjadi konflik dalam cerpen ini.
Adapun
tokoh yang selalu dibicarakan dalam cerpen ini adalah orang-orang yang
mengganggap dirinya baik, sebagai perwakilan dari representasi masyarakat yang
di kepalai oleh seorang lurah, yang pada
saat itu terlibat konflik dengan perkampungan candala (yang dianggap sebagai
perkampungan yang hina, nista penuh dengan perampok dan pelacur yang terkesan
sebagai peresah masyarakat desa orang-orang yang mengganggap dirinya baik).
Dalam masa-masa terentu sebenarnya masyarakat candala sudah dibenci oleh orang-orang yang menganggap dirinya baik, karena masalah yang menimpa desanya selalu dikaitkan dengan ulahnya. Begitu juga tokoh-tokoh lain diantara sesama masyarakat penghuni bukit kapur.
Suatu ketika terdengar kabar bahwa anak pak carik bernama Mirah ditemukan terkapar dibukit, dengan baju compang-camping seperti habis diperkosa, Kepala desa pun beram bukan main mendengar hal ini, dan menuduh warga perkampungn candala yang melakukan hal demikian. Dan siap memerintahkan 20 desa lain beserta lurahnya untuk menumpas candala.
Dalam masa yang mempunyai tujuan yang sama, perkampungan orang-orang baik menjalin suatu relasi sosial yang selaras. Hal ini disebabkan oleh adanya system nilai sebagai bentuk fakta sosial yang mengikat hubungan antartokoh. Sistem nilai itu adalah rasa pandangan yang sama yaitu berupa ingin menumpas perkampungan candala yang selalu meresahkan mereka semua.yang ternyatakan dalam kesadaran kolektif untuk berjuang bersama.
Kebersamaan tujuan inilah sebagai ssstem nilai dan kesadaran menjadi pemersatu dan menjalin interaksi yang padu antara sesama penambang kapur atau perkampungan yang menganggap dirinya baik dan 20 perkampungan lain sesama penambang batu kapur yang memang sudah diresahkan perkampungan candala. Keduanya bertindak dan berperilaku sama, yaitu sebagai masyarakat yang merasa dirugikan oleh perkampungan candela.
Dalam masa-masa terentu sebenarnya masyarakat candala sudah dibenci oleh orang-orang yang menganggap dirinya baik, karena masalah yang menimpa desanya selalu dikaitkan dengan ulahnya. Begitu juga tokoh-tokoh lain diantara sesama masyarakat penghuni bukit kapur.
Suatu ketika terdengar kabar bahwa anak pak carik bernama Mirah ditemukan terkapar dibukit, dengan baju compang-camping seperti habis diperkosa, Kepala desa pun beram bukan main mendengar hal ini, dan menuduh warga perkampungn candala yang melakukan hal demikian. Dan siap memerintahkan 20 desa lain beserta lurahnya untuk menumpas candala.
Dalam masa yang mempunyai tujuan yang sama, perkampungan orang-orang baik menjalin suatu relasi sosial yang selaras. Hal ini disebabkan oleh adanya system nilai sebagai bentuk fakta sosial yang mengikat hubungan antartokoh. Sistem nilai itu adalah rasa pandangan yang sama yaitu berupa ingin menumpas perkampungan candala yang selalu meresahkan mereka semua.yang ternyatakan dalam kesadaran kolektif untuk berjuang bersama.
Kebersamaan tujuan inilah sebagai ssstem nilai dan kesadaran menjadi pemersatu dan menjalin interaksi yang padu antara sesama penambang kapur atau perkampungan yang menganggap dirinya baik dan 20 perkampungan lain sesama penambang batu kapur yang memang sudah diresahkan perkampungan candala. Keduanya bertindak dan berperilaku sama, yaitu sebagai masyarakat yang merasa dirugikan oleh perkampungan candela.
Persoalan disharmoni justru ditunjukan orang–orang yang mengaggap diri mereka baik dan suci dengan pemukiman bawah bukit atau candala. Keduanya terlibat konflik bisa dibilang antar penuduh dan tertuduh. Sekalipun mereka berdua sama-sama menduduki struktur sosial yang sama yaitu pemukiman yang terisolasi, pinggiran dan ketertinggalan. Kenapa mereka justru tidak seakur seperti halnya orang –orang yang mengaggap diri mereka baik dan suci dengan 20 desa yang merasa diresahkan orang-orang candala, Karena candala dengan orang –orang yang mengaggap diri mereka baik, tidak ada kesamaan tujuan untuk bersatu. Dan justru keduanya terlibat konflik baru yaitu saat khasus pemerkosaan yang dituduhkan pak lurah kepada candala membuat orang-orang baik tersebut semakin benci dengan candala apalagi memang kebencian terhadap candala sudah terjalin lama.
Hal ini menunjukan bahwa fakta sosial
masyarakat pinggiran dalam hal ini orang-orang yang menganggap dirinya baik
begitu mudahnya menerima kenyataan yang sebenarnya belum seratus persen
terjadi, karena baru praduga yang kebenaranya masih belum teruji. Seperti
halnya saat lurah mereka melayangkan dugaan pemerkosa Mirah anak pak carik
adalah seorang dari perkampungan candala. Masyarakatnya begitu dogmatis, dan
bahkan langsung membakar kebencian yang sudah terpendam sebelumnya, tentu ini
sedikit ketimpangan yang terjadi dalam masyarakat dalam cerpen ini, yang
seharusnya menghadapi masalah dengan berembug atau musyawarah secara
kekeluargaan dengan tertuduh untuk mengetahui benar kejelasanya, tetapi justru
langsung mengambing hitamkan candalalah biang dari masalahnya, yang justru sama
sekali tidak tahu menahu permasalahan yang di alamatkan padanya.
seperti kutipan cerpen berikut yang tanpa alasan yang jelas, kasus dilayangkan pada candala:
seperti kutipan cerpen berikut yang tanpa alasan yang jelas, kasus dilayangkan pada candala:
Tidak jelas juga
mengapa kecurigaan dan kesalahan harus dialamatkan kepada perkampungan para
pencuri.
“Seandainya pun tidak ada peristiwa pemerkosaan ini, perkampungan candela itu memang sudah lama harus dibakar,” kata Pak Lurah kepada jagabaya yang hanya bisa mengangguk-angguk tanpa kata.
selain itu berikut contoh cuplikan cerpen mengindikasikan bahwa perkapungan orang-orang baik pun sebenarnya tidak punya alasan mengapa candala yang harus dituduh atas kasus pemerkosaan Mirah.
Betapa pun kali ini seperti terdapat kesepakatan tanpa perlu peresmian bahwa perkampungan itu sudah waktunya dimusnahkan, jika perlu tanpa alasan!
Kebencian, ya kebencian yang tidak mungkin dicari alasannya, adalah satu-satunya alasan itu sendiri….
akan tetapi berbeda dengan tertuduh atau candala yang merepresentasikan masyarakat desa yang tenang dan sabar atas tuduhan yang dialamatkan padanya, meskipun dalam cerpen mereka dianggap perkampunhan nista, perampok dan hina. Tetapi tetap merefleksikan kermahan sebagai seorang warga desa.
Bahkan diantara mereka yang disambangi jagabaya yang menanyakan tentang pemerkosa.menjawab dengan tenang dan berbicara dengan baik-baik. Terbukti jagabaya yang datang ke kampung candala tidak lantas dihajar, dibuli dan sebagainya, berikut salah satu cuplikan dialog yang ada dalam cerpen yang menunjukan tidak perlu dengan kekerasan dalam menjawab pertanyaan jagabaya bahkan menjawab dengan baik-baik, meski berulang kali datang untuk menanyakan pemerkosa.
“Seandainya pun tidak ada peristiwa pemerkosaan ini, perkampungan candela itu memang sudah lama harus dibakar,” kata Pak Lurah kepada jagabaya yang hanya bisa mengangguk-angguk tanpa kata.
selain itu berikut contoh cuplikan cerpen mengindikasikan bahwa perkapungan orang-orang baik pun sebenarnya tidak punya alasan mengapa candala yang harus dituduh atas kasus pemerkosaan Mirah.
Betapa pun kali ini seperti terdapat kesepakatan tanpa perlu peresmian bahwa perkampungan itu sudah waktunya dimusnahkan, jika perlu tanpa alasan!
Kebencian, ya kebencian yang tidak mungkin dicari alasannya, adalah satu-satunya alasan itu sendiri….
akan tetapi berbeda dengan tertuduh atau candala yang merepresentasikan masyarakat desa yang tenang dan sabar atas tuduhan yang dialamatkan padanya, meskipun dalam cerpen mereka dianggap perkampunhan nista, perampok dan hina. Tetapi tetap merefleksikan kermahan sebagai seorang warga desa.
Bahkan diantara mereka yang disambangi jagabaya yang menanyakan tentang pemerkosa.menjawab dengan tenang dan berbicara dengan baik-baik. Terbukti jagabaya yang datang ke kampung candala tidak lantas dihajar, dibuli dan sebagainya, berikut salah satu cuplikan dialog yang ada dalam cerpen yang menunjukan tidak perlu dengan kekerasan dalam menjawab pertanyaan jagabaya bahkan menjawab dengan baik-baik, meski berulang kali datang untuk menanyakan pemerkosa.
“Mungkin kami memang
sebangsa candala, tetapi kami sama sekali tidak perlu memperkosa siapa pun
karena cinta setelah dibagi rata masih selalu bersisa”
Bahkan
kaum candala berkata bahwa mereka tidak takut mati karena apapun yang kami
lakukan selalu kami pertanggungjawabkan dengan seluruh hidup kami.
Sehingga efek sosial yang terjadi di sini
adalah lurah dan golonganya lah yang salah, karena terpresentasikan bahwa
mereka gegabah menuduh pelaku pemerkosa, dan berakhir dengan kerusuhan yang
bahkan melibatkan 20 desa sekitar atas panggilanya untuk berpartisipasi
menghancurkan candala. Selain itu efek sosial yang muncul adalah ketidaksesuain
masyarakat desa dalam hal ini masyarakat desa yang menganggap dirinya baik,
yang seharusnya menjunjung tinggi moral tetapi tidak terepresentasi demikian.
Ketimpanganya ditandai dengan perilaku masyarakatnya yang masih suka
menyelesaikan masalah dengan kekerasan.
Persepsi yang muncul terhadap adanya konflik ini yaitu 1. lurah dan masyarakat yang menganggap dirinya baik ternyata masih suka menyelesaikan masalah dengan kekerasan dan suka menuduh tanpa alasan yang jelas, dan 2. Sebaliknya candala terepresentasikan sebagai masyarakat yang bertanggung jawab atas semua tindakanya meski dinistakan oleh orang-orang yang menganggap dirinya baik.
Hal ini menunjukan gagalnya koordinasi
antara kedua kubu yang kurang adanya komunikasi sosial dalam menyikapi masalah,
jelas kerugianya menimpa perkampungan candala, karena sudah dibenci,
dikambinghitamkan, dinistakan bahkan sampai disambangi ribuan orang dari kumpulan
warga desa untuk dihabisi.
2.
Relasi Sosial Antar Masyarakat Perkampungan dalam Cerpen PRING RE-KE-TEG GUNUNG
GAMPING AMBROL Karya SENO GUMIRA AJIDARMA
Pada misi yang sama, yaitu kondisi dan situasi
yang saling membutuhkan, ikatan social dapat menyatukan banyak pihak, tidak
terkecuali kerumunan 20 desa yang mempunyai tujuan yang sama saat ingin
menghabisi pemukiman cendala. Karena persamaan tujuan itulah mereka bersatu dan
tidak perduli lagi dengan perbedaan status sosial.
Disharmoni justru muncul saat fakta social
yang dipresentasikan oleh lurah dan warganya mencairkan masalah pemerkosaan
yaitu mencari pelakunya dan menuduh pemukiman candala. Konflik ini disebabkan
kenyataan bahwa kesalahpahaman, karena lurah yang dalam menangani suatu masalah
sangat gegabah.
Melihat juga dari kaca keterasingan
pemukiman bukit kapur yang dimungkinkan karena kurangnya pendidikan, dan
kemudian berimbas pada ekonomi yang hanya hidup dari menambang batu kapur,
sangat dimungkinkan pertumbuhan karakter kurang begitu terarah, mereka kurang mengertia akan prinsip hidup,
mereka para warga cenderung dogmatis dalam meresepsi apa yang didengarkan, mereka
lekas percaya dan mau melakukan tindakan. Seperti saat lurah mereka menuduh
candala adalah biang keladinya, mayarakat tanpa penyelidikan lebih lanjut
langsung mau untuk mengepung candala dan menghabisinya.
Dalam cerpen ini persoalan social muncul
dalam konteks social kehidupan masyarakat pinggiran yang bisa dibilang
terasingkan oleh asap dan polusi kendaraan. Cerpen ini memfokuskan relasi sosial
disharmoni anatar sesama masyarakat pinggiran, yang direpresentasikan
perkampungan orang-orang yang baik dan perkampungan candala, Cerpen ini
menampilakan hilangnya representasi masyarakat desa yang digambarkan oleh lurah
dan warganya dalam menangani masalah pemerkosaan anak pak carik bernama mirah
karena dalam menghadapi masalahnya tidak dengan sikap kekeluargaan seperti
halnya masyarakat desa pada umumnya yang selalu menjunjung tinggi sistem nilai.