ANALISIS
STRUKTURAL DAN SEMIOTIK PUISI KISAH YANG PALING PUISI KARYA DIMAS INDIANTO S
MAKALAH
Diajukan
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kelulusan Mata kuliah Kajian Puisi Abdul
Wachid B.S., S.S.,M.Hum.
Disusun
Oleh
NAMA :
BANGKIT BAGAS WIDODO
NIM : 110104OO89
PRODI : PBSI
2C
PENDIDIKAN
BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAHPURWOKERTO
Tahun
akademik 2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Perkembangan
karya sastra, khususnya jenis sastra puisi sangatlah pesat,.puisi yang merupakan pernyataan sastra yang paling
inti sampai sekarang masih begitu diminati. Yang akan dibahas dalam makalah ini
adalah puisi modern. Banyak sesuatu yang muncul terutama dalam segi struktur,
dan konvensi yang khusus, sehingga untuk memahaminya perlu dimengerti dan
dipelajari konvensi-konvensinya baik berupa simbol dan struktur puisi tersebut.
Dan dalam memahami makna dari variasi-variasi tersebut tentu dibutuhkan suatu
analisis.
Menganalisis sastra atau mengkritik karya sastra (puisi) menurut
Culler (Pradopo, 2011: 141) adalah “usaha menangkap makna dan memberi makna
dalam teks karya sastra (puisi)”. Unsur-unsur karya sastra dibentuk dari struktur yang bermakna dan
dibangun dari sistem tanda sehingga untuk mengupasnya salah satu caranya yaitu
dengan menganalisis menggunakan teori struktural dan semiotik.
Karya
sastra itu merupakan struktur makna atau struktur yang bermakna, Pradopo
(Teeuw, 1983: 61) mengemukakan bahwa “analisis structural ini merupakan
prioritas pertama sebelum yang lain-lain”. Hal ini mengingat bahwa karya sastra
(puisi) merupakan sistem tanda bermakna dengan bahasa sebagai mediumnya.
Untuk
menganalisis struktur sistem tanda ini perlu adanya kritik struktural untuk
memahami makna tanda-tanda yang terjalin dalam system (struktur) tersebut. Selain itu analisis secara semiotik
merupakan langkah penting untuk menganalisis puisi sebagai sistem tanda dan
menentukan keterkaitan yang memungkinkan puisi mempunyai bermacam-macam makna
sebab analisis struktural menurut Teeuw (Wachid, 2010:14) “hanya dapat mengungkap unsur kepuitisanya
saja. Ilmu tentang tanda ini disebut semiotic”. Preminger dan Abrams, (Pradopo
2011: 141)
Dalam makalah ini, penulis mengambil
contoh puisi karya Dimas Indianto S. yang berjudul KISAH YANG PALING PUISI ;
bersama perempuan biru, yang akan dianalisis dengan metode struktural dan
semiotik.
B.
TUJUAN
Tujuan
dari penulisan makalah tentang “Analisis Struktural dan Semiotik terhadap puisi
berjudul “Kisah yang paling puisi” karya
Dimas Indianto S. adalah untuk :
1.
Untuk membedah makna serta menemukan aspek kepuitisan dengan cara analisis struktural
dan semiotik.
2.
Untuk memahami dan mengetahui penggunaan kata baik gaya bahasa, citraan, majas
dan unsur-unsur kepuitisan yang terdapat dalam puisi tersebut.
C.
RUMUAN MASALAH
Rumusan
masalah yang terkandung dalam makalah ini adalah bagaimana unsur-unsur yang terkandung
dalam puisi bejudul “Kisah yang paling puisi”
karya Dimas Indianto S.
D.
TEORI DAN METODE
Sebuah
puisi merupakan suatu kesatuan yang utuh, dan puisi merupakan struktur tanda
yang bermakna dan bersistem. Sehingga tidak cukup unsur-unsurnya dibicarakan
secara terpisah. Menganalisis puisi itu bertujuan memahami makna yang ada di dalamnya
dan berusaha memberi makna kepada teks puisi. untuk memahami makna secara
kesleruhan perlulah sajak dianalisis secara struktural dan disatukan dengan
analisis semiotik
Adapun
langkah-langkah penulis dalam memahami sebuah teks dalam hal ini
Metode
yang digunakan dalam menganalisis puisi ini yaitu dari sudut pandang
strukturalisme dengan cara mengeksplesitkan unsur pembentuk puisi dan memahami
antar unsure itu, menurut Teeuw (Wachid 2010: 14) “dipahami atas dasar tempat dan fungsinya di dalam
sajak” dan “metode dari sudut pandang semiotik yaitu dengan cara
mengeksplesitkan konvensi yang membangun sastra dan asumsi implisit yang
menentukan makna puisi”. Preminger et al.
(Wachid, 2010: 15)
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
ANALISIS KATA
Satuan linguistik yang menentukan
stuktur formal linguistic disebut kata.
Analisis kata dapat ditinjau dari arti kata dan efek yang ditimbulkanya.
Diantaranya arti denotative dan konotatif, pemilihan kata, bahasa
kiasan,citraan sarana retorika. (Pradopo, 2010 : 48).
Semua
itu digunakan pengarang untuk melahirkan pengalaman jiwanya dalam
sajak-sajaknya. Kata memegang peranan penting dalam kelahiran karya satra
puisi.
Berikut analisisnya
:
1. Pilihan Kata atau Diksi
Pilihan
kata sangat menentukan nilai keidahan dalam sebuah karya sastra (puisi),
sehingga pemilihan kata dalam puisi begitu penting, menurut Berfied (Pradopo,
2010 : 54) menyatakan “bahwa bila kata-kata yang dipilih menimbulkan imajinasi
genetik, maka hasilnya diksi puitis” . Selain
itu diksi tidak saja hanya menyampaikan gagasan, tetapi juga dituntut untuk
mampu menggambarkan imajinasi sang penyair, dan yang tidak kalah penting dapat
memberi pemahaman pada pembaca tentang maksud penyair dalam puisinya.
Seperti yang dicontohkan dalam puisi “Kisah yang
paling puisi” karya Dimas Indianto S.
Sajak Dimas Indianto S
KISAH YANG PALING PUISI
;
Bersama perempuan biru
Dalam
gerimis yang rintikanya serupa melati,
Aku
termenung dalam bisu di tepian kelopaknya
Dengan
tubuh gigil menggenggam apa yang kau
Namai
dengan kesetiaan.
Kau
hadir dengan segurat senyum yang kurindu
Menawarkan
cinta yang tak pernah kutahu muasalnya,
Seperti
angin yang mendaki leherku, berhembus sejenak,
Dan
menjadi sedia kala.
Akh,
melati ini makin lusuh saja. Katamu.
Warnanya
aroma anyir !
Maka,
kubawakan segelas kata-kata
Untukmu,
kekasih.
Lalu
kau mengajakku menyatu menjadi serupa pelangi
Bercinta
habis-habisan sambil menyenandungkan lagu rindu
;
Menyulam kisah yang paling puisi.
Pilihan kata yang digunakan dalam puisi “Kisah yang paling puisi” karya Dimas Indianto S., mengandung-kata-kata
yang sederhana dalam artian jarang ditemukan kata di luar kamus, namun ada juga
kata yang ditemukan mengalami penghilangan imbuhan ataupun jika dilihat dari
faktor ketatabahasaan. Misalkan bentuk ‘muasalnya’
Dari
cuplikan puisi berikut
…..
Menawarkan
cinta yang tak pernah kutahu muasalnya,
Bentuk
‘muasal’ sebenarnya bisa berupa penyingkatan yang berasal dari bentuk ‘asal-muasalnya’.
‘gigil’
dalam cuplikan sajak berikut :
…..
Dengan
tubuh gigil menggenggam apa yang kau
Namai
dengan kesetiaan.
Penghilangan
imbuhan (meN-) dari bentuk ‘menggigil’ menjadi
‘gigil’ pada umumnya untuk melancarkan ucapan atau bisa untuk mendapatkan
irama. Begitu juga pada penghilangan bentuk ‘asal’ dari ‘asal-muasal’.
Penyair
mengekspresikan pengalaman dan juga mencurahkan perasaan dan isi pikiranya dengan
setepat-tepatnya secara padat dan jelas, sehingga selaras dengan sarana
komunikasi puitis yang lain. Dalam menulis puisinya Dimas Indianto S. lebih
mengutamakan imajinasi, sehingga pembaca dapat membayangkan gambaran tentang keadaan
ataupun perasaan yang sedang dialami seperti pada baris puisi berikut :
Dalam
gerimis yang rintikanya serupa melati,
Aku
termenung dalam bisu di tepian kelopaknya
….
Dapat digambarkan bahwa dalam
keadaan gerimis penyair termenung dalam tepian kelopak melati, yang tidak lain
penggambaran rintik hujan yang jatuhnya bagaikan kelopak melati.
2
Gaya
Bahasa
Gaya
bahasa seperti majas merupakan alat yang digunakan penyair untuk mempelangikan
puisinya, gaya bahasa ini sebenarnya dapat dibedakan dengan bermacam-macam,
seperti gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat, maupun langsung tidaknya
makna. Struktur kalimat dapat dijadikan landasan untuk menciptakan gaya bahasa
(Keraf, 2009 : 124). Bahasa kiasan ini ditemukan dalam puisi “Kisah yang paling
puisi” karya Dimas Indianto S.
a. Personifikasi (Penginsanan)
Personifikasi merupakan gaya bahasa kiasan
yang menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa
seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan. Contoh dalam penggalan puisi berikut :
…
Seperti
angin yang mendaki leherku, berhembus sejenak,
Dan menjadi sedia kala.
b. Repetisi
Repetisi merupakan gaya bahasa dengan
adanya perulangan bunyi, suku kata,atau bagian lain yang dianggap penting untuk
memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai. Contoh dalam penggalan puisi
berikut :
KISAH YANG PALING PUISI
;
Bersama
perempuan biru
Dengan
;
Menyulam kisah yang paling puisi.
Penulisan
kembali kalimat “Kisah yang paling puisi”
merupakan bentuk pengulangan, yang sangat dimungkinkan agar member penekanan
kembali.dan member efek lebih.
c.
Simile atau persamaan
Adalah perbandingan yang
bersifat eksplisit yaitu langsung menyatakan sesuatu hal dengan sesuatu hal
yang lain.
Didalam simile perbandingan dinyatakan dengan kata-kata
tertentu misalnya”se”, “sebagai”,bagaikan” dan seterusnya (Wachid 2012 : 77)
Dalam
gerimis yang rintikanya serupa melati,
…..
Lalu
kau mengajakku menyatu menjadi serupa pelangi
…..
d.
Metonimia
Adalah suatu gaya
bahasa yang mempergunakan sebuah kata untuk menyatakan suatu hal yang lain,
karena mempunyai suatu pertalian yang sangat dekat.
Seperti:
Maka, kubawakan segelas kata-kata
Untukmu, kekasih.
Untuk membawakan sekumpulan kata-kata ia
menggunakan kata segelas, yang ada kedekatan
dengan kumpulan.
3. Citraan
Dalam
puisi citraan digunakan untuk membuat gambaran segar dan hidup, seperti
dikemukakan oleh Coombes (Pradopo, 2010 : 133), yaitu” citraan yang berhasil
menolong kita untuk merasakan apa yang dirasakan penyair terhadap objek dan
situasi yang dialaminya dengan tepat”.
Gambaran-gambaran
angan itu ada bermacam-macam, dihasilkan oleh alat indra penglihatan,
pendengaran,perabaan, pencecapan (pengecapan) dan penciuman bahkan juga
diciptakan oleh pemikiran dan gerakan. (Pradopo, 2010 :81)
Dalam
puisi berjudul “Kisah yang paling
puisi” karya Dimas Indianto S. citraan yang digunakan misalnya yaitu
citraan, penglihatan, ,gerak, pendengaran dan sebagainya.
a.
Citraan
Penglihatan
Citraan
penglihatan adalah citraan yang paling sering dipergunakan oleh penyair dibandingkan dengan citraan yang
lain. Citraan penglihatan memberi
rangsangan kepada indera penglihatan, hingga sering hal-hal yang seolah tak terlihat
seolah-olah terlihat (Pradopo 2010: 81) misalnya seperti pada puisi bait berikut :
…
“Dalam gerimis yang rintikanya serupa
melati”
Cuplikan
puisi diatas dapat membangkitkan angan-angan
kita tentang keadaan ataupun situasi yang disajikan penyair dengan alat
indera penglihatan yaitu mata.
Begitu
juga dengan cuplikan puisi berikut
…
Lalu
kau mengajakku menyatu menjadi serupa pelangi
Dalam penggunaan kata menyatu serupa pelangi menampakan
keadaan yang bisa dilihat dan dinikmati oleh indera mata kita.
b.
Citraan
Pendengaran
Citraan pendengaran
adalah suatu kata memberi efek dan imajinasi khususnya pada pendengaran yaitu telinga. Seperti pada
puisi baris berikut :
…
Bercinta habis-habisan
sambil menyenandungkan lagu rindu
Makna
di atas dapat diimajinasikan dengan alat indera pendengaran yaitu telinga. Karena ditandai dengan ditandai
menyenandungkan lagu rindu, sehingga seolah terdengar suara yang ditembangkan.
c.
Citraan
Penciuman
Citraan
penciuman terjadi apabila suatu kata memberi efek dan imajinasi khususnya pada
indera pembau yaitu hidung kita.
Akh,
melati ini makin lusuh saja. Katamu.
Warnanya
aroma anyir !
……
Penggunaan kata aroma
dan anyir jelas mengaktifkan indera kita yaitu hidung kita, sehingga terkesan membangkitkan imajinasi bahwa aroma
melatinya anyir (tidak mengenakan,amis) selain itu dalam cuplikan puisi ini pun
didukung dengan citraan penglihatan yaitu kata lusuh, yang mencitrakan rusak, usang atau hilang warnanya.
d.
Citraan
Perabaan
Citraan perabaan adalah suatu kata
memberi rangsangan atau efek dan imajinasi khususnya pada alat peraba yaitu
kulit.
e.
Citraan
Gerak
Citraan gerak adalah suatu kata
memberi imajinasi berupa efek perpindahan dari tempat satu ke tempat yang lain atau memberi gambaran
sesuatu yang bergerak. Seperti pada puisi baris berikut :
…
Seperti
angin yang mendaki leherku, berhembus sejenak,
Dan
menjadi sedia kala.
Kata mendaki dapat memberi efek gerak, yang seolah angin tersebut mendaki, melakukan sesuatu pekerjaan berupa pendakian, dan
disini efek gerak dikombinasikan dengan citra visual atau penglihatan, karena
angin tersebut seolah-olah memiliki kaki untuk mendaki.
selain
itu masih juga terdapat cuplikan puisi yang menunjukan adanya citraan gerak
.....
Dengan tubuh menggigil menggenggam apa yang
kau
Namai dengan kesetiaan.
Menggigil tentu didalam angan-angan
akan memunculkan gambaran tentang sebuah gerak, yang gerakan berupa menggigil.
f.
Citraan
Pengecapan
Citraan pengecapan adalah suatu kata
memberi rangsangan dan imajinasi khususnya pada indera pengecap yaitu lidah
kita.
4. Sarana Retorika
“Sarana
retorika adalah sarana kepuitisan yang berupa muslihat pikiran” Altenbernd
(Pradopo, 2010: 93). Dengan muslihat itu para penyair berusaha menarik
perhatian, pikiran hingga pembaca berkotemplasi atas apa yang dikemukakan
penyair. Jenis sarana retorika yang digunakan penyair berbeda-beda, tergantung
angkatannya, paham serta konvensi dan konsepsi estetiknya bahkan penyair
mempunyai kekhususan dalam menggunakan dan memilih sarana retorika dalam
sajaknya. Seperti halnya sajak karya Dimas Indianto S. yang berjudul “Kisah
yang paling puisi”
Menggunakan sarana retorika tautologi ialah sarana
tautologi ialah sarana retorika yang menyatakan hal atau keadaan dua kali;
maksudnya supaya arti kata atau keadaan itu lebih mendalam bagi pembaca atau
pendengar. (Pradopo, 2010: 95) Sering kata yang dipergunakan untuk mengulang
itu tidak sama tetapi artinya sama atu hamper mirip.
…
Lalu
kau mengajakku menyatu menjadi serupa pelangi
…
Kalau
dicermati kata menyatu dan pelangi mempunyai kesejajaran yang sama-sama
bernuansa menyenangkan.
B.
ANALISIS
STUKTURAL DAN SEMIOTIK PUISI
Pada analisis semiotika ini berusaha
untuk menganalisis puisi dengan tanda-tanda dan menentukan konvensi-konvensi apa
yang memungkinkan karya sastra mempunyai arti. Dengan melihat variasi di dalam
struktur dalam atau hubungan didalamnya, maka akan dihasilkan macam-macam arti.
Analisis semiotik itu tidak dapat dipisahkan dari analisis struktural, tugas
semiotik ini adalah membuat asumsi sehingga akan terproduksi arti dalam sebuah
puisi. menurut Ferdinand (Redyanto, 2010 : 80) sebagai sistem tanda bahasa
(makna) besifat konvensional.
Dalam puisi berjudul “Kisah yang paling
puisi” karya Dimas Indianto S. merupakan ungkapan tentang gambaran yang
dialami penyair atau penggambaran tentang perasaanya. Puisi tersebut dapat digambarkan
sebagai berikut :
Dalam sajak ini digambarkan bahwa si aku
membisu dan menggigil dalam guyuran gerimis yang percikan airnya serupa melati,
percikan gerimis yang serupa gelombang ditepian air ketika hujan. Dalam hati si
aku ia merasa muram hatinya, sebab ia kecewa terhadap si kau (kekasihnya) yang menganggap
bahwa yang dilakukanya merupakan tanda kesetiaan.Si aku bingung terhadap sikap
yang dilakukan kau, yang justru datang tanpa berdosa, dan menawarkan cinta yang
tidak dimengerti oleh si aku, yang diibaratlan seperti angin yang datang
menyapa lehernya dan kembali seperti asal. Dan ia merekam kata-kata yang di
rekam oleh si aku yang katanya melati ini semakin lusuh saja, kata melati ini
bisa dikiaskan sebagai suatu hubungan, kesucian, kebahagian ataupun cinta, yang
warnanya aromanya anyir,yang terkesan
sudah tidak menyenangkan lagi. Lalu si aku membawakan segelas kata-kata, untuk
mengungkapkan kumpulan kata-kata.. Entah apa yang dikatakan oleh si aku pada si
kau hingga kau disni mengajak si aku untuk bersatu, yang serupa pelangi,
terbeberlah keadaan yang membahagiakan yang indah seperti serupa pelangi dengan
tanpa putusnya kata-kata rindu yang disenandungkan oleh mereka, adapun rindu
bias diartikan sebagai puncak cinta.
C.
Ketidaklangsungan
Ekspresi
Sebelum
melangkah lebih jauh, perlu dikemukakan apa yang dimaksud dengan makna puisi.
Makna puisi dalam karya sastra bukanlah semata-mata arti bahasanya (arti
leksikal atau denotatifnya), melainkan arti bahasa dengan segala unsur
pembentuknya baik berupa arti tambahan konotasi maupu tanda-tanda kebahasaan
atau tanda-tanda lain yang ditimbulkan oleh konvensi sastra misalkan
enjambement, rima, homolog dan tipografi..
“Puisi (sajak) adalah struktur
(tanda-tanda ) yang bermakna” Pradopo
(Wachid:2010: 14), karya sastra ini menjadikan bahasa sebagai medianya. “Sementara
itu bahasa sebelum menjadi sajak telah mempunyai arti, sebagai sistem tanda
tingkat pertama dan ketika menjadi sajak ditingkatkan sistemnya menjadi makna
(significant) sebagai semiotik tingkat kedua Wachid (Pradopo 2010:14)
Menurut
Riffaterre (Pradopo, 1987: 280 ) “Untuk memahami makna atau memberi makna puisi
digunakan metode pemroduksian makna, salah satunya adalah ketaklangsungan ekspresi”. Ketaklangsungan ekpresi tersebut disebabkan
oleh 3 hal : (1) Penggantian arti,(displacing of meaning), (2) Penyimpangan
arti (distorting of meaning) dan (3) Penciptaan arti (creating of meaning).
1. Penggantian arti
Penggantian arti menurut Riffatere (Pradopo,
1978: 282), “disebabkan oleh penggunaan metafora dan metonimi atau secara umum
adalah bahasa kiasan yang banyak ragamnya,meliputi juga simile, personifikasi,
dan sinedok”. Secara khusus metafora adalah semacam analogi yang membandingkan
dua hal secara langsung, (Keraf, 2009 : 138-139). “Kiasan yang menyatakan seseuatu
sebagai hal yang sama atau seharga dengan hal lain yang sesungguhnya tidak sama”
Altenben, (Pradopo, 2010:212). Begitupun juga persamaan atau simile yang
dimaksudkan yaitu langsung menyatakan hal yang lain dan memerlukan upaya yang secara eksplisit
menunjukan suatu kesamaan itu, yaitu kata-kata : seperti seupa, bak dan
sebagainya (Keraf, 2009 : 137-138)
Misalnya dalam bait sajak Dimas Indianto S., ditemukan gaya bahasa
kiasan Simile atau persamaan. Pada bait pertama baris pertama, berikut :
…..
Dalam
gerimis yang rintikanya serupa melati
Sajak
Dimas Indianto S.
KISAH YANG PALING PUISI
;
Bersama perempuan biru
Dalam
gerimis yang rintikanya serupa melati,
Aku
termenung dalam bisu di tepian kelopaknya
Dengan
tubuh gigil menggenggam apa yang kau
Namai
dengan kesetiaan.
Kau
hadir dengan segurat senyum yang kurindu
Menawarkan
cinta yang tak pernah kutahu muasalnya,
Seperti
angin yang mendaki leherku, berhembus sejenak,
Dan
menjadi sedia kala.
Akh,
melati ini makin lusuh saja. Katamu.
Warnanya
aroma anyir !
Maka,
kubawakan segelas kata-kata
Untukmu,
kekasih.
Lalu
kau mengajakku menyatu menjadi serupa pelangi
Bercinta
habis-habisan sambil menyenandungkan lagi rindu
;
Menyulam kisah yang paling puisi.
Metafora dalam sajak ini, pada bait pertama :
gerimis, melati, kelopak, Dalam bait kedua : cinta, angin. Dalam bait ketiga :
melati, segelas, kekasih. Dalam bait keempat : pelangi,bercinta, menyenandungkan,
lagu, rindu. Semuanya dapat dimungkinkan menggantikan hal-hal atau benda-benda
lain. Bahkan pada judulnya dimungkinkan mempunyai arti lain, seperti perempuan
dan biru:
Kisah yang paling puisi : mungkin yang dimaksudkan adalah kisah atau
peristiwa yang pernah dialami oleh penyair dan dianggapnya seperti puisi yang
penuh dengan ungkapan batin,perasaan dan ada tambahan kata ‘paling’ yang tidak
lain mempunyai makna lebih, sedangkan definisi puisi sangatlah luas, tetapi
kurang lebih puisi adalah curahan perasaan ataupun peristiwa yang paling dalam,
baik suka maupun duka, baik yang pernah dialami atau pun hanya seutas
angan-angan. Jika benar bahwa itu kisah, baik sedih maupun senang paling tidak
dapat ditafsirkan dengan memaknai isi bait-baitnya.
Bait
pertama
Baris pertama secara metaforis
menyatakan bahwa
Dalam
gerimis yang serupa melati,
…….
Kata
gerimis dapat diasosiasikan atau menggantikan suatu keadaan sedang turun hujan,
dan jika sebagai sistem tanda kedua dapat bermakna,menggambarkan suasana yang
muram, sedih, gelisah dan kesepian seperti muramnya wajah awan saat mendung
atau mungkin juga keadaan rintikan air mata penyair yang tidak deras.
Kata
melati, secara sistem tanda pertama dalam kamus besar bahasa indonesia bisa
dicari definisinya yaitu tumbuhan perdu suku Rubiaceae, warna bunganya putih berbentuk bintang, terletak pada
tandan kecil, berbau sangat harum,.
Dan jika sistem tanda kedua dapat bermakna
kesucian, kebahagiaan, tetapi yang diungkapkan penyair disini adalah ‘Dalam
gerimis yang rintikanya serupa melati’ mungkin yang dimaksud oleh penyair, gerimis
yang jatuh kebumi serupa melati, dapat digambarkan seakan-akan percikanya
seperti bunga melati yang jatuhnya membentuk suatu gelombang (lihat ketika
hujan turun). Karena akan aneh rasanya jika diinterpretasikan, gerimis yang
baunyanya seperti sifat melati yang harum (tidak ada gerimis yang harumnya
seperti melati, tetapi jika sifat putih,sucinya masih bisa dikaitkan dengan
sifat air yang turun dari langit karena dapat digunakan untuk bersuci (wudhu).
Tapi jika dikaitkan dengan kesucian tetes tangis yang suci diperagakan penyair
masih bias dikaitkan. Ini bisa menggambarkan citraan penglihatan keadaan kondisi
saat terjadinya hal itu.
Baris
kedua
Aku
termenung dalam bisu di tepian kelopaknya
…
Termenung
dalam bisu dapat menyatakn situasi atau
keadaan yang sedang dialami penyair, dan ditepian kelopaknya, imbuhan ‘Nya’
pada kata kelopaknya,dapat diinterpretasikan sebagai tepian kelopak melati,
dengan kata lain masih menyangkut tentang melati. memang bagian bunga melati terdapat
kelopak, tangkai bunga, putik dan sebagainya. Disini kelopak dapat mengiaskan
jatuhnya gerimis itu membentuk gelombang seperti halnya bentuk kelopak pada
bunga melati, mungkin saat dia termenung dia sempat memperhatikan rintik hujan
yang serupa kelopak melati.
Baris
ketiga
…
Dengan
tubuh gigil menggenggam apa yang kau
Namai
dengan kesetiaan
Menyatakan
bahwa tubuh gigil : menggambarkan tentang keadaan orang yang kedinginan mungkin
karena guyuran air hujan atau menangis (tersedu-sedu) sehingga seakan-akan
menggigil, dan dalam hati penyair dia merasa bahwa kau (kekasih) akan senang
melihatnya seperti ini, karena dalam
pikiran penyair merasa perbuatanya ini adalah sebagai bentuk pengorbananya
dalam menanti atau menunggu kau (kekasihnya) atau dengan air matanya ini (yang
ditunjukan dengan menggigil) si kau (kekasihnya) akan berpikiran bahwa cintanya
begitu dalam sehingga sampai seorang laki-laki meneteskan air matanya.
Bait
Kedua
Segurat senyum dalam Baris pertama “Kau hadir dengan segurat senyum
yang kurindu” : menggambarkan bahwa si kau (kekasihnya), datang dengan segurat,
secarik senyum, yang sudah dirindu-rindukan oleh si aku (penyair), rindu dapat
dikiaskan sebagai puncak cinta, selain itu si kau, dalam hadirnya juga
menawarkan cinta, yang oleh si aku tidak diketahui dari mana datangnya, yang
disamakan dengan “angin yang mendaki leherku, mendaki disini dapat
diasosiasikan dengan menyentuh diri penyair dan angin itu berhembus sejenak ,
dan menjadi sedia kala.
Bait
ketiga
Baris pertama secara metaforis
menyatakan bahwa melati (dapat bermakna yaitu , kesucian yang semakin lusuh
(tak karuan) bahkan warnanya aroma lamis, lamis ini dalam kamus dapat berarti
amis,seperti bau ikan laut. dan jika bunga melati ini di ibaratkan aroma dan
warnanya lamis dapat diasosiasikan dengan sesuatu yang sudah tidak harum
lagi,tidak menarik lagi, tidak putih dan suci lagi, lalu sesuatu apakah yang
dibicarakan, dapat diinterpretasikan dengan suatu hubungan atau mungkin
kesetiaan
Bait
keempat,
Dalam
bait keempat ada beberapa kata yang mempunyai makna lain, seperti pelangi :
secara metaforis dapat menyatakan suatu hal yang indah, berwarna, menyenangkan,
menarik,dan jika dalam pemaknaan yang lengkap dalam cuplikan bait berikut
Lalu kau mengajakku menyatu menjadi serupa
pelangi
……
dapat memiliki makna bahwa kekasih Si
aku, mengajak menyatu, tidak berpisah, atau bisa saja berpelukan menjadi serupa
pelangi, karena suasana hati yang berwarna warni bercampur aduk, baik
senang,seduh, gundah kecewa, yang jika masing-masing dikonsepkan menjadi suatu
warna jika menyatu akan tampak seperti pelangi yang menarik dan menyenangkan.
Bercinta
habis-habisan sambil menyenandungkan lagu rindu
Dan
akhirnya keduanya habis-habisan, menyenandungkan lagu rindu, secara nalar dalam
suatu kerinduan kata-kata yang sering diungkapkan adalah mengucapkan kata I
miss you.
Dan
yang terakhir si aku menyebutkan menyulam kisah yang paling puisi, ini karena
bahan yang sudah ada (kisah yang sudah terjadi) di sulam yang bersinonim dengan
kata menggubah, merangkai kisah perasaan dalam sebuah puisi.
B. Penciptaan arti
Penciptaan
arti ini merupakan konvensi kepuitisan yang berupa bentuk visual yang secara
lingusitik tidak memiliki arti. Diantaranya adalah enjambement, tipografi, dan
homologues. (Pradopo:2011: 129)
B.1 Enjambemen
Enjambemen merupakan pemutusan kalimat
untuk diletakan pada baris berikutnya, ini hampir mirip dengan pembentukan tata
huruf, karena menyangkut visual dalam sebuah puisi. Dan tujuan utama adanya
enjambemen adalah untuk membangun satuan kata atau kalimat yang mengandung
suatu makna tertentu atau memberi tekanan makna.
Misalkan
pada Puisi karya Dimas Indianto S. ada
cuplikan puisi berenjambement.
Seperti
angin yang mendaki leherku, berhembus sejenak,
Dan
menjadi sedia kala.
cuplikan puisi sebenarnya dapat ditulis tanpa
ada pemotongan dan pemutusan kalimat, dan menjadi seperi ini.
…..
Seperti angin yang mendaki leherku, berhembus
sejenak, dan menjadi sedia kala.
Tetapi
tanpa adanya enjambement ini, kadang kala pembaca dalam menganalisis atau
memaknainya tidaklah fokus, karena bagian-bagian tersebut tidak mempunyai
keistimewaan apapun, kurang tertonjol
dari pada yang menggunakan enjambemen. Bagian-bagian yang mengunakan
enjambement tersebut seakan minta dan harus diperhatikan oleh setiap pembaca. Dengan
kata lain,bagian-bagian tersebut kini lebih nyata pentingnya.
B.2
Tipografi (Tata Huruf),
Secara
linguistik tidak mempunyai arti, tetapi mempunyai makna dalam sastra karena
konvensinya. Puisi karya dimas Indianto S., secara tipografis merupakan bentuk
puisi modern, yang tidak lagi terikat oleh peraturan dan jumlah baris dan bait.
Bentuk pemenggalan atau enjambemen yang muncul dalam puisi ini menunjukan
adanya penekanan pada bagian-bagian tertentu. Fungsi tipografis ini bukan hanya
sekedar untuk kepentingan visual saja, tetapi dapat untuk menekankan makna kata
agar menimbulkan intensitas atau sugesti yang tinggi.
B.3
Homologues (Persamaan Posisi)
Semua
tanda di luar kebahasaan ini menciptakan makna diluar kebahasaan, misalnya
tampak pada sajak pantun atau semacam pantun,yang berisi baris-baris sejajar (Pradopo, 2011 :
131-132) dalam sajak yang dianalisis disini penciptaan arti dengan homologues
tidak ditemukan.
C. Penyimpangan Arti
Dikemukakan
oleh Riffaterre (Pradopo,2010:213) bahwa “penyimpangan arti terjadi bila dalam
sajak ada ambiguitas, kontradiksi, ataupun nonsense”.
C.1
Ambiguitas (polyinterpretable)
Disebabkan
oleh bahasa sastra itu berarti ganda, lebuh-lebih bahasa puisi. Kegandaan arti
dapat berupa kegandaan arti sebuah kata, frase ataupun kalimat. Ambigu ini ditemukan
dalam puisi yang dianalisis dalam makalah ini seperti ”serupa melati” dalam
cuplikan “Dalam gerimis yang rintikanya serupa melati” yang itu
dapat berarti sepeti bunga melati, namun lebih ambigu lagi jika
digabungkan dengan konteks kalimatnya. Apakah bentuk rintik gerimis yang jatuh serupa dengan bunga melati!
Lalu bagaimana dengan melati pada cuplikan
puisi “Akh, melati ini makin lusuh saja.
Katamu” apakah sama arti melati pada bait pertama dengan bait ketiga baris
pertama. (apakah sang penyair (aku) saat bertemu Kau (kekasihnya membawa bunga
melati..?) tentu ini membingungkan dan membutuhkan pemikiran karena
keambiguanya.
C.2
Kontradiksi
Berarti
mengandung pertentangan, disebabkan oleh paradoks atau ironi
Dalam
sajak modern biasanya banyak ironi, yaitu salah satu cara menyampaikan maksud
secara berlawanan atau berbalikan. Namun tidak ditemukan kontradiksi dalam
puisi yang dianalisis ini.
C.3
Nonsense
Merupakan
bentuk kata-kata yang secara lingusitik tidak mempunyai arti sebab tidak
terdapat dalam kosakata, misalnya penggabungan dua kata atau lebih menjadi
bentuk baru. Pengulangan suku kata. Nonsesnse ini menimbulkan asosiasi-asosiasi
tertentu, baik suasana aneh, suasana gaib ataupun suasana lucu (Pradopo 2010 ;
219) dalam puisi ini tidak diemukan adanya nonsense karena hampir keseluruhan
kata yang digunakan bahasa yang sering digunakan sehari-hari.
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan
beberapa pembahasan di atas tentang puisi, khususnya berjudul “Kisah yang
paling puisi” karya Dimas Indianto S. dianalisis
dengan cara stuktural dan semiotik. Tidak dapat dipungkiri bahwa analisis
tersebut selalu ada secara bersamaan karena keduanya saling berhubungan.
Secara singkat bahwa analisis puisi
secara struktural membahas bahwa puisi merupakan merupakan suatu satuan yang
bersistem yang unsurnya saling berkaitan ,membentuk suatu kesatuan. Dan analisis
puisi secara semiotik adalah memburu tanda-tanda pada sebuah puisi yang memungkinkan
puisi mempunyai arti.
Adapun beberapa kriteria dalam menganalisis
puisi secara struktural dalam puisi yang berjudul “Kisah yang paling
puisi” karya Dimas Indianto S.,berikut kriterianya
:
A. Analisis kata
1.Pilihan Kata atau Diksi
Secara singkat bahwa di dalam
puisi, diksi sangatlah penting,selain untuk menyampaikan gagasan pada pembaca
juga harus mampu menggambarkan imajinasi penyair kepada pembaca.
2.Gaya Bahasa
Dalam puisi gaya bahasa seperti majas
selain untuk mencapai kepuitisan juga untuk memperindah puisi yang ditulis penyair.
3.Citraan atau Pengimajinasian
Merupakan kata atau susunan kata
dalam sebuah puisi agar menimbulkan efek terhadap panca indera dengat
mengaktifkan imajinasi pembaca.
4.Sarana Retorika
Susunan bahasa yang mengandung
konsep pemikiran yang khas sehingga pembaca dituntut untuk berpikir.
B.
Analisis
Struktural dan Semiotik
Analisis
struktural dan semiotik ini merupakan salah satu teori krtik sastra, untuk
menganalisis sastra yang merupakan struktur yang bermakna dan terdiri dari sistem
tanda, analisis dengan structural dan semiotik tidak bisa dipisahkan.
C.
Ketidaklangsungan
Ekpresi
Secara singkat ketidaklangsungan ekpresi ini dalam
puisi memberikan makna lain daripada bahasa biasa, konvensi tambahan puisi,
menyatakan pengertian-pengertian dan hal-hal secara tidak langsung, yaitu
menyatakan suatu hal dan berarti yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Keraf, Gorys.2009. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Noor,
Redyanto.2010. Pengantar Pengkajian
Sastra. Semarang : Fasindo.
Pradopo, Rachmat Djoko.2009. Beberapa Teori Sastra,
Metode Kritik, dan Penerapanya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Pradopo,Rachmat Djoko.2009. Pengkajian
Puisi. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Wachid
B.S., Abdul.2009. Analisis Struktural Semiotik. Yogyakarta : Cinta Buku.
Wiwaha, A.A. et al .2012. Bunga Rampai Buku Puisi Pilarisme. Yogyakarta: Grafindo Litera
Media.